Kamis, November 26, 2009

CERITA PENDEK

ini salah satu cerpen yang masih tersisa di tukul (red-leptop) ku tercinta.. yang lainnya hilang entah kemana gara2 virus jahanam di PC.. (geram sekali kalau mengingat itu! )
oiya, ini juga salah satu cerpen yang terinspirasi dari kisah nyata seorang temanku. (di paling bawah ada keterangannya kok)
emmmm. selamat membaca yah.. =)


Janji itu…

By : keke

Namanya Fandi. Dia itu pacar pertama aku. Orangnya tinggi, hitam manis, pake kacamata, dan satu yang paling penting, botak. Yah, aku suka banget ngeliat cowok botak. Gak tau kenapa. Kita jadian empat bulan yang lalu. Kalo inget kejadian itu, rasanya aku pengen melayang diudara. Aku seneeeeng banget.

♥ ♥ ♥

Akhir-akhir ini Fandi sering ngajak aku makan bareng kalo lagi istirahat. Awalnya sih bareng-bareng sama Ninda dan Vera. Tapi, lama kelamaan dia pengennya cuma makan sama aku doank. Bingung sih. Tapi kata Ninda, itu tandanya Fandi tuh suka sama aku. Tapi kayaknya gak mungkin deh.

“Apanya yang gak mungkin sih, Ras? Semua hal di dunia ini pasti ada kemungkinan buat terjadi. Alien aja ternyata ada beneran kan? Atau orang yang tega ngebunuh sebelas temennya sendiri. Nah apalagi elo yang cuman hal sepele kayak gini.” Kata Ninda dengan menggebu-gebu.

“Eh, gak sepele kali Nin. Ini hal yang ajaib banget. Miracle. Saras gituh. Tumben-tumbennya dia care sama cowok. Biasanya? Ya lo tau sendiri kan?” sahut Vera gak mau kalah.

“Ya, emang iya sih. Ya makanya itu, mungkin aja kan Fandi tuh suka sama lo, Ras.” Ninda berkata lagi dengan sedikit lebih tenang.

“Udah deh, Ras. Gak usah lo raguin lagi. Yang dibilang Ninda tuh bener. Fandi tuh suka sama lo.” Sambung Vera.

“Aduh. Lo berdua tuh berisik banget sih. Gw jadi ribet ngeliat lo berdua ngoceh terus.” Akhirnya akupun tak tahan dengan obrolan mereka, karena yang menjadi topik pembicaraannya adalah aku.

“Ih, si Saras. Gak bisa dibilangin banget sih.” Kata Ninda gemas.

“Eh, Nin. Ya udahlah. Biarin aja kalo Saras gak percaya sama omongan kita. Entar juga dia tau sendiri. Dari orangnya langsung. Biar dia puas. Yuk ah.” Sambil berkata, Vera menarik tangan Ninda keluar dari kelas.

“Eh. Pada mo kemana? Ya udah iya, gw percaya. Terus gw mesti gimana?” panggilku.

Mereka berdua pun kembali duduk disamping aku.

“Gini yah, Ras. Lo tuh harus ngerespon semua tindakan, gelagat, perbuatan atau apapun yang dilakuin sama Fandi.” Ninda memberiku nasihat.

“Tunggu dulu. Btw, lo sebenernya suka gak sih sama Fandi?” Tanya Vera.

Aku hanya bisa diam. Aku merasa terpojok dengan pertanyaan mereka barusan. Ya karena aku juga bingung sama perasaan aku sendiri. Aku suka gak yah sama Fandi?

“Yeee nih anak. Ditanya malah bengong. Lo suka gak sama Fandi?” Tanya Ninda sambil menyenggol pundakku.

“Gak tau.” Jawabku singkat.

“Lah. Gimana.” Vera bingung dengan jawaban aku.

“Ih si Saras mah suka ngaco deh. Ini tuh serius.” Sahut Ninda.

“Yaa, emang gue bingung. Gue gak ngerti suka tuh kayak apa.” Jawabku polos.

“Ya ampun, Saras.” Kata Ninda dan Vera berbarengan.

♥ ♥ ♥

Gara-gara obrolan aku sama Ninda dan Vera tentang Fandi yang kata mereka dia suka sama aku, akupun jadi sedikit memberi perhatianku ke Fandi. Dan itu semuanya adalah idenya Ninda dan Vera. Tapi, kalo gak ada kejadian itu, gak mungkin Fandi nembak aku dengan sangat romantis.

♥ ♥ ♥

Sore itu, aku, Ninda, dan Vera lagi ngumpul dirumah aku. Seperti biasa, kita ngobrol-ngobrol diteras rumahku. Kita ngemil sambil cerita-cerita tentang cowok. Dan pas giliran aku lagi mo cerita tentang Fandi, tiba-tiba ada anak kecil didepan pagar rumahku. Akupun menghampiri anak kecil itu. Saat aku membuka pagar, anak kecil itu tiba-tiba memberikan setangkai bunga ke aku. Akupun bingung.

“Loh, de. Saya gak mesen bunga.” Kataku

“Gak tau mbak. Saya juga disuruh sama mas itu.” Dia berkata sambil mengangkat telunjuknya dan terlihatlah Fandi berjalan ke arahku sambil membawa gitar.

“Fandi?’ ucapku.

Jreng……

Ku ingin kau menjadi milikku

Entah bagaimana caranya

Kuingin jujur apa adanya

Dari hati………

What? Maksudnya apa sih? Fandi nyanyi sambil bawa gitar? Fandi nembak aku? Fandi mau aku jadi pacarnya? Fandi serius gak sih? Sumpah. Aku bener-bener speachless.

“Fandi!” panggil Ninda dan Vera berbarengan yang aku gak tau mereka ada dibelakang aku dari kapan.

Tiba-tiba Fandi mengambil bunga yang ada di anak kecil itu. Dan dia berlutut didepan aku sambil menyodorkan bunga itu tepat didepan mukaku.

Would you be my girl friend?” Fandi mengatakannya sambil mendongakkan kepala dan menatap mataku dalam.

Kalau mau tau mukaku kayak apa, kamu tau udang rebus kan? Kamu tau tomat merah kan? Yah, seperti itulah mukaku saat ini. Malu. Bingung. Seneng. Seneng. Seneng banget.

Yes, I’am.” Jawabku mantap sambil mengeluarkan senyum termanisku dan mengambil bunga itu.

Fandi pun berdiri. Dan dia memelukku erat. Hah. Pelukan yang hangat.

“Mas, tugas saya udah selesaikan yah?” tiba-tiba anak kecil itu berbicara.

Fandi pun melepaskan pelukannya.

“Oh. Iya de. Ma kasih banyak yah. Ini buat kamu.” Fandi mengeluarkan dua lembar uang lima ribuan.

“Ma kasih yah mas. Semoga hubungan mas sama mbaknya langgeng.” Kata anak kecil itu sok tau. Emangnya dia tau apa artinya langgeng? Dasar anak kecil.

♥ ♥ ♥

Kalo inget kejadian itu bawaanya pengen senyum-senyum terus. Tapi kalo inget sekarang ini aku lagi ada masalah sama Fandi, senyum itu hilang seketika. Aku pikir, doa dari anak kecil itu bakalan manjur. Tapi kayaknya jauh dari kata manjur deh. Sekarang ini aku gak lagi ada masalah apa-apa. Tapi kayaknya masalah bakalan datang ke hubungan aku dan Fandi. Aku gak selingkuh, begitupun Fandi. Aku gak akan pergi jauh keluar negri, Fandi juga begitu. Tapi yang pasti, hubungan aku sama Fandi harus sudah selesai besok. Gila! Aku bener-bener gak habis pikir sama Fandi. Kenapa dia tiba-tiba ngomong kalo besok kita harus putus. Kenapa harus besok? Kenapa gak sekarang aja? Kenapa?

♥ ♥ ♥

“Saras, sayang. Aku mo jelasin alasan aku minta putus dari kamu.” Fandi menarik nafas panjang, dan menghembuskannya perlahan.

“Mama gak setuju sama hubungan kita.” Fandi berkata dengan sangat pelan.

Aku mengernyitkan alis. Menandakan bahwa aku sama sekali gak ngerti dengan omongannya barusan.

“Iya. Sejak kamu main kerumah aku dua minggu lalu, mama langsung gak setuju sama hubungan kita. Ini emang salah aku. Aku janji sama mama, gak akan punya pacar dulu sebelum lulus SMA.” Fandi kembali menarik nafas dan menghembuskannya perlahan.

“Tapi aku ngelanggar janji aku sendiri. Aku ketemu kamu. Dan aku bisa melupakan janji aku ke mama. Itu yang bikin mama gak suka sama kamu.” Lanjutnya.

Aku hanya bisa diam mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan Fandi. Aku mencerna kata-katanya dengan cermat. Jangan sampai ada yang salah dalam mencerna kata-kata Fandi.

“Aku udah ngejelasin ke mama siapa kamu, rumah kamu dimana, orang tua kamu siapa, pokoknya semua hal tentang kamu. Tapi satu jawaban mama yang bikin aku gak bisa nolak permintaan mama.” Fandi berkata dengan suara yang agak parau. Sepertinya menahan tangis.

“Kamu anak mama satu-satunya. Tolong kamu jangan kecewain mama dengan cara kamu melanggar janjimu sendiri. Mama gak pernah meminta kamu untuk berjanji seperti itu. Tapi kamu sudah berucap. Dan mama selalu bilang sama kamu, kalau jadi orang itu harus konsekuen dengan omongannya.” Tangis Fandi pun pecah. Akupun ikut terhanyut dalam tangisan Fandi. Tangisku tidak bersuara. Tapi hatiku lah yang bersuara. Hatiku menjerit kesakitan.

“Awalnya aku gak pernah menyesal dengan janjiku itu. Tapi, setelah aku ketemu kamu, rasanya aku ingin balik ke waktu dimana aku bilang janji itu ke mama. Dan aku gak akan berucap janji seperti itu.” Kata Fandi sambil terisak-isak. Air mataku kembali menetes. Aku masih tidak bisa bicara apa-apa.

“Ras. Kamu ngomong donk. Aku pengen tau isi hati kamu.” Kata Fandi meminta.

Aku menggelengkan kepala.

Tangisku pecah. Dan aku memeluk Fandi.

“Aku gak ngerti mesti gimana Fan. Aku bingung. Ini terlalu tiba-tiba. Aku gak siap.” Akhirnya aku mengeluarkan suara disaat kami berpelukan.

Fandi mengelus kepalaku. Oh, Tuhan. Aku gak akan merasakan lagi pelukan hangat seperti ini lagi besok. Aku gak akan merasakan belaian sayang seperti ini lagi besok. Dan aku gak akan punya seseorang yang seperti Fandi lagi besok.

“Ma kasih yah, atas semua yang ada di dalam hubungan kita selama ini. Ma kasih, kamu udah jadi orang yang sangat berharga buat aku. Ma kasih, Fan.” Kataku dengan air mata yang tumpah di bahunya.

“Sama-sama, Ras.” Sahut Fandi. Dan dia mencium keningku untuk yang terakhir kali.

_ T H E E N D _

May, jangan sedih terus yah

Life must goes on.

Pasti banyak “Willy-Willy”

yang lain diluar sana…..

Halim

Aug, 6th 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar